Kajari Jakbar Dipecat, Kejagung Tetapkan Aspidsus DKI Jadi Plt

Penonaktifan Kajari Jakarta Barat dan Dugaan Keterlibatan dalam Kasus Korupsi
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan perubahan signifikan terkait jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat. Hendri Antoro, yang sebelumnya menjabat sebagai Kajari Jakbar, dicopot dari posisinya. Pergantian ini dilakukan dengan penunjukan Haryoko Ari Prabowo, yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Pengawasan dan Penuntutan Umum (Aspidsus) Kejati DKI, sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, mengatakan bahwa penunjukan Plt ini sudah dilakukan sejak sekitar tiga minggu lalu. Meskipun tidak menyebutkan tanggal pasti, Anang menyampaikan bahwa pencopotan tersebut terjadi sekitar 15 September.
Sampai saat ini, alasan resmi dari pencopotan Hendri Antoro belum diungkap secara detail. Namun, dugaan kuat muncul bahwa hal ini terkait dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan penggunaan uang barang bukti dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit. Dalam kasus ini, eks jaksa yang menangani perkara tersebut, Azam Akhmad Akhsya, didakwa melakukan penyalahgunaan uang barang bukti.
Dalam berbagai poin dakwaan, nama Hendri Antoro muncul sebagai pihak yang disebut menerima aliran uang sebesar Rp 500 juta. Namun, Hendri membantah semua tuduhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa Kejari Jakbar tidak pernah melakukan penilapan sesuai dengan yang didakwakan.
Hendri juga menegaskan bahwa seluruh uang barang bukti dari perkara tersebut telah dikembalikan sesuai dengan putusan pengadilan. “Kami telah mengembalikan barang bukti sebagaimana putusan hakim sesuai ketentuan,” ujar Hendri beberapa waktu lalu.
Perkembangan Kasus Azam Akhmad Akhsya
Azam Akhmad Akhsya, yang kini menjadi tersangka dalam kasus ini, telah dihukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman 7 tahun penjara. Hukuman ini kemudian diperberat menjadi 9 tahun penjara di tingkat banding. Selain pidana badan, Azam juga dihukum denda sebesar Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Selain itu, Hakim juga membebankan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 11,7 miliar subsider 5 tahun kurungan. Menurut Hakim, perbuatan Azam mencoreng nama baik dan integritas jaksa sebagai penegak hukum yang seharusnya melindungi hak korban investasi bodong robot trading Fahrenheit.
Dalam dakwaannya, Azam didakwa menilap uang barang bukti dari perkara tersebut sebesar Rp 11,7 miliar pada tahun 2023. Uang tersebut diperoleh Azam dari tiga orang pengacara korban Fahrenheit, yaitu Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung, dan Brian Erik First Anggitya.
Perkara ini bermula saat Azam ditunjuk sebagai salah satu penuntut umum dalam perkara tersebut dengan tersangka Hendy Susanto. Pada 15 Juli 2022, proses penyerahan tersangka serta barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum Kejari Jakbar dimulai.
Setelah perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Azam diduga mendesak Bonifasius untuk memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti kepada para korban yang merupakan klien Bonifasius. Caranya, mereka mengubah jumlah uang pengembalian yang seharusnya Rp 39,35 miliar menjadi Rp 49,35 miliar.
Untuk mempengaruhi Azam dari kelebihan Rp 10 miliar itu, Bonifasius memberikan bagian kepada terdakwa sebesar Rp 3 miliar. Tak hanya itu, Azam dan Oktavianus Setiawan juga turut bersepakat untuk memanipulasi pengembalian barang bukti kepada para korban yang diwakili Oktavianus. Caranya, mereka melakukan pengembalian seolah-olah mengembalikan barang bukti ke Paguyuban Bali sekitar Rp 17,8 miliar.
Padahal, Paguyuban Bali itu hanyalah akal-akalan belaka yang dilakukan oleh Oktavianus. Azam lalu meminta Oktavianus untuk membagi uang itu secara rata dan meminta bagian sekitar Rp 8,5 miliar.
Sementara itu, kepada pengacara atas nama Brian, Azam meminta biaya sebesar 15 persen dari jumlah uang yang dikembalikan. Ia meminta Rp 250 juta. Dari situ, Brian meminta pengurangan menjadi Rp 200 juta.
Imbas desakan dan permintaan Azam, ketiga pengacara itu terpaksa memberikan bagian kepadanya karena khawatir korban-korban yang mereka wakili tak mendapatkan pengembalian.
Pada bulan Desember 2023, Azam menghubungi ketiganya melalui WhatsApp untuk memberi tahu bahwa perkara telah diputus di tingkat kasasi. Azam pun meminta ketiganya datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat karena putusan tersebut akan segera dieksekusi. Kemudian, Azam meminta ketiganya menyerahkan nomor rekening dan KTP yang akan digunakan untuk melakukan transfer uang pengembalian barang bukti berupa uang.
Setelah barang bukti ditransfer ke masing-masing pengacara, mereka langsung mentransfer bagian yang telah disepakati ke Azam. Uang sebesar Rp 11,7 miliar pun diterima Azam melalui rekening BNI atas nama Andi Rianto yang merupakan pegawai honorer Kejari Jakbar.
Uang yang diterimanya itu kemudian dipindahkan Azam ke rekening istrinya maupun pihak lain dan ditukarkan ke mata uang asing.