Masyarakat Kritik Promosi Militer Prabowo

Penilaian Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Kebijakan Promosi dan Mutasi di TNI

Sejumlah lembaga masyarakat sipil mengkritik pendapat Presiden Prabowo Subianto tentang akar permasalahan promosi dan mutasi jabatan di dalam TNI. Menurut mereka, masalah utama bukanlah sistem senioritas, melainkan politisasi yang kuat di lingkungan militer.

Dalam pernyataannya, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra menyatakan bahwa saat ini praktik promosi dan mutasi di TNI tidak terganggu oleh masalah senior-junior, tetapi lebih disebabkan oleh campur tangan politik. Lembaga non-pemerintah seperti Imparsial, De Jure, PBHI, Walhi, KPI, Centra Initiative, dan Raksha Initiative bergabung dalam koalisi ini.

Pernyataan Presiden Prabowo dan Kritik dari Koalisi

Presiden Prabowo sebelumnya meminta agar promosi jabatan di TNI lebih mengedepankan prestasi, pengabdian, dan kecintaan terhadap Tanah Air. Namun, koalisi masyarakat sipil berpendapat bahwa selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga Prabowo, proses promosi dan mutasi lebih banyak ditentukan oleh kedekatan politik dengan kekuasaan dibandingkan kompetensi dan profesionalisme.

Mereka mencontohkan kenaikan pangkat Eddy Indra Wijaya, yang kini berpangkat letnan kolonel. Teddy, yang sebelumnya menjadi ajudan Prabowo, mendapatkan kenaikan pangkat secara cepat. Koalisi menilai hal ini mengikis prinsip meritokrasi dan memperkuat praktik politik dalam tubuh TNI.

Penjelasan TNI Mengenai Kenaikan Pangkat Teddy

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana menjelaskan bahwa kenaikan pangkat Teddy sesuai dengan ketentuan Undang-Undang TNI. Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025 menguraikan pertimbangan kenaikan pangkat tersebut, termasuk peraturan dan keputusan yang relevan.

Namun, koalisi masyarakat sipil tetap mengkritik praktik ini, karena mereka melihatnya sebagai bentuk politisasi dalam institusi militer. Mereka menilai bahwa perwira yang tidak memiliki akses politik kesulitan mendapatkan promosi meskipun berprestasi.

Pengaruh Politisasi pada Karier Militer

Menurut koalisi, praktik promosi dan mutasi yang berbasis politik mengakibatkan perwira senior dengan pengalaman baik kesulitan naik jabatan. Sementara itu, perwira junior yang dekat dengan kekuasaan memperoleh kenaikan pangkat lebih cepat.

Koalisi juga menyoroti kenaikan pangkat kepada perwira maupun purnawirawan yang diduga terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia berat. Mereka menilai bahwa kontrol sipil subjektif, yang mengandalkan loyalitas personal kepada pemimpin politik, merusak profesionalisme TNI dan mengaburkan fungsi institusi pertahanan negara.

Kontradiksi dalam Revisi Undang-Undang TNI

Selanjutnya, koalisi masyarakat sipil mengkritik kontradiksi antara amanat Presiden Prabowo dan kebijakan revisi Undang-Undang TNI. Revisi ini justru memperpanjang masa pensiun perwira tinggi, membuka ruang bagi perwira senior bertahan lebih lama di jabatannya. Perpanjangan usia pensiun ini akan berimbas pada mandeknya promosi jabatan dan menumpuknya perwira TNI di level tertentu.

Permintaan Koalisi untuk Kembali pada Prinsip Meritokrasi

Berdasarkan berbagai persoalan tersebut, koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk mengembalikan prinsip meritokrasi dalam sistem promosi dan mutasi jabatan di TNI. Hal ini penting untuk menghindari kontestasi internal prajurit, menjunjung konstitusi, serta menghormati hukum dan hak asasi manusia.

Tempo telah berupaya meminta tanggapan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dan Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari ihwal berbagai kritikan koalisi masyarakat sipil tersebut. Namun, keduanya belum membalas pertanyaan yang diajukan hingga berita ini ditulis.