Pendapatan Mikro Drama Tiongkok Melonjak Jadi Rp 156 Triliun
Perkembangan Mikro Drama Cina yang Menggemparkan Dunia Hiburan
Pendapatan dari mikro drama Cina, atau dikenal juga sebagai dracin, diprediksi akan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Menurut laporan Asia Video Content Dynamics 2025 dari Media Partners Asia, pendapatan ini diperkirakan melonjak dari US$ 500 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 16.600 per US$) menjadi US$ 9,4 miliar atau sekitar Rp 156 triliun pada tahun ini.
Mikro drama Cina adalah format serial video ultra-pendek yang dirancang khusus untuk konsumsi via ponsel. Durasi setiap episode biasanya berkisar antara satu hingga lima menit. Tampilannya sering menggunakan orientasi vertikal agar cocok dengan layar gawai. Satu seri penuh bisa memiliki puluhan hingga ratusan episode, meskipun total durasinya tetap lebih pendek dibandingkan serial televisi konvensional.
Pertumbuhan Pesat dan Kontribusi Pendapatan
Pada September 2025, jumlah penonton mikro drama Cina melampaui 830 juta orang. Hampir 60% di antaranya bahkan membayar atau bertransaksi. Berikut rincian perkiraan pendapatannya:
- 2021: US$ 500 juta atau Rp 8,3 triliun
- 2024: US$ 7 miliar atau Rp 116,2 triliun
- 2025: US$ 9,4 miliar atau Rp 156 triliun
- 2030: US$ 16,2 miliar atau Rp 269 triliun
Laporan tersebut mencerminkan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 11,5%. Porsi periklanan terhadap pendapatan mikro drama Cina diproyeksikan mencapai 56% pada 2030, sedangkan kontribusi pengguna berlangganan diperkirakan 39%, dan perdagangan sebesar 5%.
Perusahaan Pemimpin Pasar
Industri mikro drama Cina dipimpin oleh beberapa perusahaan besar seperti Red Fruit milik ByteDance, Akun Video WeChat milik Tencent, dan Xi Fan milik Kuaishou. Masing-masing perusahaan mengembangkan aplikasi drama pendek khusus yang beroperasi terpisah dari layanan video berdurasi panjang.
Anggaran produksi mikro drama Cina berkisar antara US$ 400 ribu hingga US$ 600 ribu, dengan potensi waralaba yang semakin besar. Teknologi AI semakin banyak digunakan di seluruh rantai nilai mikro drama Cina, mulai dari personalisasi penemuan konten dan pengujian genre hingga menciptakan alur cerita yang bercabang dan menghasilkan siklus viral.
Tren Mikro Drama di Dunia
Di seluruh dunia, AI masih diterapkan terutama untuk lokalisasi dan sulih suara, tetapi perannya dalam mengurangi biaya diperkirakan semakin meningkat. Di Amerika Serikat, mikro drama diperkirakan menghasilkan US$ 819 juta pada 2024 dan diproyeksikan mencapai US$ 3,8 miliar pada 2030. Penerimaan paling kuat datang dari perempuan urban kaya berusia 30 hingga 60 tahun yang tertarik pada kisah-kisah romansa, eksekutif yang berkuasa, dan balas dendam.
DramaBox melaporkan pendapatan US$ 323 juta dan laba bersih US$ 10 juta pada 2024. Saingannya, ReelShort, mencapai skala yang lebih besar dengan pendapatan sekitar US$ 400 juta, tetapi tetap tidak menguntungkan karena tingginya biaya pemasaran dan amortisasi.
Pasar Global yang Berkembang
Jepang muncul sebagai pasar terbesar di Asia Pasifik setelah Cina. Pendapatan mikro drama di Negeri Sakura diperkirakan mencapai lebih dari US$ 1,2 miliar pada 2030, didukung oleh integrasi LINE Pay dan peningkatan volume produksi lokal. Asia Tenggara dan Amerika Latin menunjukkan potensi pertumbuhan yang kuat, sementara India masih dalam tahap eksplorasi karena platform domestik dan internasional sedang menguji pasar.
Menurut Direktur Eksekutif MPA Vivek Couto, “Drama mikro telah berevolusi dari eksperimen niche menjadi kategori global bernilai miliaran dolar.” Ia menjelaskan bahwa meskipun produksinya murah, distribusinya mahal, dan kesuksesan bergantung pada kecepatan, skala, dan IP yang dapat diulang.
Ekosistem mikro drama Cina menunjukkan apa yang mungkin terjadi ketika konten terintegrasi ke dalam jalur media sosial dan pembayaran. Sementara AS membuktikan kelayakan ekspansi global. Mikro drama di pasar seperti Jepang, Korea, India, Asia Tenggara, dan Amerika Latin sedang berkembang. “Pemenangnya adalah operator yang mengendalikan infrastruktur distribusi dan monetisasi, mengelola biaya akuisisi pelanggan, dan membangun jaringan IP yang berkelanjutan,” tambah Vivek.